Kau adalah sebelah sayap. Tapi mereka adalah jiwa. Aku bisa merangkak ketika tak lagi ada sayap. Tapi tanpa jiwa, aku bisa apa??Keluarga intiku. Mereka adalah akunya aku. Mereka tawaku, air mataku, lelahku dan semangatku.Laki2 itu jantungnya sakit. Langit kelam dan hujan turun. Tp tetap dilewati lebih dari tiga puluh kilo meter untukku. Hanya untukku.Padahal hawa dingin setajam katana sang samurai. Dan dy basah kuyup. Tapi dy tetap mnerjang hujan malam itu. Demi aku, aku yg mengeluh sakitDan seakan masa bodoh pd tubuhnya, dy tersenyum ketika melihatku. Oh, Tuhan.. Aku merasa bersalah. Sepanjang arah kembali, aku ditampar bisuLaki-laki lain tidak akan pernah melakukan itu untukku. Mungkin engkau juga tidak, hey sebelah sayap. Tp dy melakukanny. Demi aku..Demi sang pemilik hujan, aku berjanji. Tidak akan kukecewakan laki-laki ini. Sekuat, semampuku. Aku akan membanggakannya. Dy kekuatanku skrgDia.. Laki-laki yang selalu kupanggil "bapak".Aku merindukanmu, pak. Bolehkah aku menjadi kakimu ketika nanti kau tak bisa lagi berjalan? Bolehkah bapak??Aku merindukanmu, pak. Bisakah aku kembali menjadi gadis kecilmu lagi? Yg kau gendong, kau seka air matanya ketika aku meleleh bersama luka.Dan ibu, aku ingin merangkai baris kata untukmu juga. Tapi aku selalu gagal. Tak pernah ada kata yang sepadan untukmu.Engkau tau kenapa, bu? Karena tak ada satu kata pun yang pantas kusejajarkan untk menggantikan arti kehadiranmu dalam kehidupanku.Ibu, maaf ya. Tak pernah aku bisa menjadi wanita dewasa di hadapanmu. Karena ketika denganmu, yang aku tahu hanya kehangatan dekapanmu. AmanAku mencintaimu sepanjang umur yang Tuhan titipkan pada takdirku. Aku mencintaimu, ibu, bapak..
Tiga tahun ini masih akan dibelenggu rutinitas. Kampus, belajar, tugas, kuliah. Well, not bad sih tp membosankan.Mendadak berharap, klo besok bangun dan aku udah sibuk skripsi. Bukannya sibuk dg jadwal kuliah harian.Skripsi mungkin terlihat horror karena paradigma yang dilekatkan padanya. Tapi, itulah sensasinya jd anak kuliahan.Ah ya, lanjut. Setelah skripsi kelar - sidang - yudisium - wisuda (mgkn tahapny ada yg kelewat) JENG JENGG.. Dunia baru, i'm coming bebeeeh.Nah, selamat berjuang!! Single fighter!!! Sekarang uda masuk dlm tahap "Ini hidupmu. Ini jalanmu. Ini pilihanmu" :) #gasabar *tahapkrusial*Buat saya, tahap ini paling penting. Ada satu keputusan, jika planing 23 gagal, maka next plan bakal rumit. Lama.Saya bakal nyari kerja yg kerjaanny ngga formal. Yg ngga nuntut saya ada tiap hari. Yg ngga terlalu ribet sistemnya. #mintanyamulukmulukPenulis? Pemandu Wisata? Wirausahawan?? Mungkin..Selain itu, saya ingin mewujudkan mimpi-mimpi saya. Jepang. Inggris. Terlalu tinggi? Ngga jg. Stiap org bebas pnya mimpi kok. Apapun..Ngga ada yang ngga mungkin kok, klo ada NIAT, USAHA dan KEMAMPUAN. Saya sudah membuktikannya, mimpi saya sebelumny skrg sudah jg kenyataan.Mimpi-mimpi lainnya sedang mengantri untuk diwujudkan. PASTI diwujudkan :)Dan sekarang, saya udah ngga sabar. Skripsi skripsi. Wisuda wisuda. Ngga sabar jd MABA (mahasiswa basi) semester tua :DAh iya satu lagi, doa bapak sm ibuk. Keikhlasan mereka melepaskan anak perempuanny ini mengambil jalan apa pun yg dimaunya. *bighugs* :')Jurusan Bahasa di SMA - Kuliah Sastra Jerman (pindah) Kuliah Sastra Jepang. Padahal klo kalian paksa, saya mungkin bakal jd anak "alam" :pPokoknya kebahagiaan dan rasa bersyukur paling sempurna yang pernah saya rasakan selama ini adalah menjadi anak kalian.Saya akan berbagi kebahagiaan dg bapak dan ibuk sepanjang hidup saya, meski tdk selalu d smping kalian. I do love u.. Api semangat abadikuRestu dan doa sudah didapat di awal, semakin ngga sabar untuk berusaha mewujudkan mimpi-mimpi saya :)So, lady.. Keep fighting!! Jangan lemah. Meskipun tahapan tahapan hidupmu tanpa sebelah sayapmu. Tersenyumlah!! Hidupmu PASTI indah. SELALU.
Buku biru lusuh tebal,halaman pertama.
Dear Diary,,,Diary namanya Richo..Richo Pradatama..Dialah kak Richo-ku, ku perkenalkan padamu..kamu harus tau diary.Dialah alasanku untuk semua pertanyaan yang ada.Tapi dia begitu sulit ku jangkau.Dia begitu jauh… sangat jauh…Tapi diary…Dia tak tahu….Aku selalu berjalan di belakangnya, berangkat dan pulang sekolah.Dia tak tahu…Aku selalu menunggunya, di depan rumahnya dan di gerbang sekolah.Dia tak tahu..Dia sama sekali tak tahu….Padahal aku ingin sekali dia tahuAku igin dia tahuSangat menginginkannyaBantu aku memberitahunya satu kalimat ini diary…Bantu aku memberitahunya, Bantu aku mengatakan….“I love you,kak…”-Icha-
Perempuan itu melihat lurus ke depan. Ke satu titik yang tidak akan pernah bisa dilihat oleh orang lain. Perempuan itu fokus. Tanpa kedip dia memandang titik yang dijadikannya tujuan hidup. Dia memutuskan akan mengubah semuanya. Dia akan bertahan sekuat dia bisa pada apa yang telah diputuskannya untuk dijalani. Dia akan melakukannya.
Semua baginya sudah berubah dan tidak akan pernah menjadi sama lagi. Laki-laki yang dicintainya sudah pergi. Meninggalkannya tersudut, dikelilingi kekecewaan dan perasaan sedih. Ya, laki-laki itu telah pergi dan entah akan kembali atau tidak. Perempuan itu sudah kelelahan untuk tetap bertahan pada perasaannya. Dia sudah memutuskan akan menepikan semuanya dan melangkah maju. Biarkanlah semua tentang laki-laki itu menjadi satu kenangan indah dalam alur hidupnya yang tak terarah dengan benar.
Sebenarnya sulit baginya. Sangat sulit bagi perempuan itu untuk menjejak dengan baik pada bumi ketika dia menyadari bahwa laki-laki yang dicintainya itu bukan lagi menjadi miliknya. Laki-laki itu telah melepaskannya dan memilih pergi. Alasan-alasan yang dimuntahkan hanya sekedar topping penambah sesak dan sakit baginya. Percuma saja jika perempuan itu terus meminta agar semua bisa diperbaiki karena laki-laki itu sombong. Bukankah telah kau ketahui sebelumnya bahwa laki-laki itu sombong dan keras kepala. Laki=laki itu sulit dijelaskan dalam kata. Laki-laki itu sukar dan perempuan itu memang sudah menyadarinya dari awal tapi dia malah tetap memilih mencintai laki-laki sepserti itu.
Dan lihat. Inilah hasilnya. Setelah semua berjalan dengan penuh perasaan sabar, tulus dan apa adanya. Perempuan itu malah ditinggalkan. Perempuan itu malah dibuang oleh laki-laki yang dicintainya. Perempuan itu menjadi perempuan sisa-sisa yang selaksa sampah di depan laki-laki yang dicintainya. Mengenaskan. Memuakkan malah ketika perempuan itu malah masih bisa berujar dengan pelan bahwa dia masih mencintai laki-laki itu sama besar seperti saat laki-laki itu masih berdiri sebagai laki-lakinya.
Kebodohan macam apa yang diagung-agungkan perempuan seperti itu. Atas nama cintakah perempuan itu melakukan semua kebutaan tindakan itu. Cinta seperti apa itu?? Cinta seperti apa yang tega menyakiti kekasihnya dengan sebegitu parahnya. Cinta seperti apa yang membuat seorang kekasih rela disingkirkan dan sama sekali tak tersentuh dalam lingkar kehidupan orang yang dicintainya.
Bukan. Ini bukan cinta. Yang aku tahu cinta adalah perasaan yang bisa membuat seseorang bahagia. Cinta adalah perasaan yang membuat seseorang istimewa, merasa berbeda dari orang lain. Cinta itu keindahan. Anugerah kehidupan karena kamu telah ada dan hidup dengan baik di dunia ini.
Jadi, apakah perempuan itu memang merasakan cinta? Atau hanya sebuah kebodohan dan ketololan tanpa batas.
Kurangkah perasaan cinta ini untukmu?Kurangkah semua yang ku korbankan untukmu?Tidakkah kau merasa semuanya sudah demikian banyak kurelakan.Segalanya demikian tulus dan tanpa harapan yang pernah kau terangi.Tapi tetap saja kau seperti badai yang mencoba mematikan satu lilin kecil yang surut redam berusaha tetap hidup dan mengobarkan semangatnya.Kau memang tak sama rasa denganku.Tidak heran.Marahku pun juga tak pernah berguna.Mungkin benar ada baiknya kuperbaiki saja perasaan ini.Kuralat saja semua yang ada untukmu karena kau pun tak pernah dengan benar menghargainya.Lelah.Jelas dan terus.Tanpa ada jeda semuanya selalu saja mengusik dan menekan-nekan sisi kesabaranku.Belum sampai batas memang.Namun rasanya tetap saja menyakitkan.Kau sungguh memuakkan.Aku kecewa.Tapi sama seperti yang sebelumnya.Kecewaku pun tidak pernah menjadi arti untukmu.Aku sedih.Sepertinya semua ini mengajakku untuk mengalah saja.Apa memang demikian sulitnya jalan yang harus ku lalui untuk dapat mendapatkan sedikit imbalan yang setimpal untuk perasaan ini,mungkin balasan yang indah darimu.Mungkin perasaan yang sama darimu.Ah sudahlah.Itu sama saja seperti bermimpi.Aku tidak mau kecewa lagi.Jadi ya sudahlah.Mau apapun percumakan??Maka seperti biasanya, aku akan menepi dan kembali menjadi penonton saja.Sudah demikian kelelahan aku melangkah dalam arus tokoh dalam kisah ini
Aku menepi pada detik ini, menghayati setiap kenangan yang terangkai murni pada kisah kita. Akankah bisa kuulangi semua itu? Kadangkala egoku begitu mengetuai semua labil rasaku. Tapi lebih sering lagi aku dikuasai sikap dimana aku benar-benar berharap bisa bersamamu lagi. Kekasihku, bisakah kupanggil kamu begitu? Sayangku, bolehkah kusapa kamu begitu? Entahlah, aku benar-benar tidak tahu. Aku tidak tahu. Aku hanya tidak bisa melupakanmu. Itu saja. Tidak bisa benar-benar menghapusmu dari semua kegiatan-kegiatanku yang menuntut begitu banyak waktuku. Tapi dari semua itu selalu saja ada detik detik berlebih yang kugunakan untuk merindukanmu. Inikah cinta? Inikah cintaku yang pertama?? Inikah semua keikhlasan cinta dimana aku akan merelakan kebahagiaanku untuk kebahagiaanmu. Apa pun yang akan kamu putuskan, apapun yang kamu tentukan. Aku akan menerima. Sekarang aku akan mencintaimu saja. Seperti apa responmu, itu adalah kehendakmu sendiri dan aku akan menjadi penurut. Ada lelahku sebenarnya, aku tidak ingin dipermainkan lagi. Perasaan ini sudah terlalu menguras emosiku dan aku tidak mau diminta bertindak lebih untuk suatu harapan tentang kita yang mungkin saja hanya sekedar fatamorgana. Harapan yang dengan sekeras usaha ku coba untuk kutekan jauh-jauh, jangan.. jangan terlalu berharap. Kamu mungkin tidak punya perasaan yang sama. Jadi biar saja begini biar usah aku menangis lagi. Setidaknya aku bisa tetap menjaga semua cinta dan hati ini setia sepenuhnya untukmu. Hanya untukmu, cinta pertamaku. Kamu. Satu hanya kamu.
Aku berada dalam batas garis ketidakberdayaan. Nanar! Dalam pelukan bisu yang menyakiti. Tersia-sia diantara gemuruh teriakan kepedulian yang semu. Akhirnya pun kalah. Kalah telak dengan nilai kehormatan yang luntur.
Masa egoisme dan individualisme meluluhlantahkan kebersamaan yang sejak dulu diagung-agungkan. Terjebak di celah-celah era baru yang dianggap sang nomor satu. Terinjak-injak hanya karena perbedaan jumlah nilai di kartu simpananmu.
Darah mengalir dari celah-celah lubang kehidupan dan kenikmatan, dikoyak-koyak hanya dengan alasan yang naluri pun tak mengetahui letak benarnya.
Aku telah musnah. Jatuh mahkota itu. Pecah berantakan dan meninggalkan bekas. Terlihat tapi tak terlihat dan menimbulkan cela berkepanjangan.
Matikah?
Tidak!! Masih bertahan. Masih hidup meski berat untuk terus hidup. Dengan sebotol kecil asa yang kupadatkan, yang kuramu menjadi sekuali kekuatan, yang kuaduk menjadi lumuran kepercayaan. Kepercayaan yang ternoda oleh dendam.
Aku bertahan dengan itu.
Entahlah
Bisu
Sejauh yang ku tahu, akhirnya hanya ketidaktahuan yang ada. Tahukah apa yang membuatku hidup? Hidup yang terkutuk. Hidup yang penuh dengan titik-titik noda hitam.
Bisu lagi..
Mengingat masa dulu ketika mahkota itu masih bersemayam rapi di tempatnya. Ketika masih ada keangkuhan bertahta hebat karena kebesaran, kesuksesan yang telah berhasil diraih.
Aku buta dengan segala besar yang memelukku. Dua nyawa yang menyertaiku, melindungiku dan membantuku meraih semua itu. Mereka ucapkan janji dan memintaku memilih untuk hidup dengan satu dari mereka. Tapi tawa, tawa penghinaan yang justru keluar dari mulutku.
Dendam dan penerimaan tulus. Akhirnya satu-satu memilih itu. Dan tahukah bahwa aku tak tahu. Tak tahu apa-apa dan masih nyenyak dengan kebesaran yang ada. Terlalu pongah.
Akhirnya…
Saat bisu malamamendekati kesempurnaan bulan. Satu nyawa berjalan. Pelan-pelan dengan lumuran dendam miliknya dan sakit luka yang ku tebas tiada ampun tepat di ruang utama jiwanya. Menjadikan ketulusan miliknya dulu pecah berantakan. Hancur. Musnah. Tak tersisa. Menjadi abu dan pupuk bagi dendam yang bertunas. Tumbuh menjadi lebat dan mematikan.
Tak pernah sadar dan masih dalam buaian mimpi. Aku terlelap dalam surgaku sendiri. Tempat kuletakkan letih dan lelah.
Dia mengendap-endap
Menapaki tiap-tiap tangga istana yang kami bangun bersama tapi kutetapkan menjadi milikku seorang. Rupanya dulu aku begitu silau pada kemewahan dan keindahan surge duniawi.
Maka saat dentang waktu berbunyi dua belas kali. Satu nyawa itu telah laekat menatapku yang masih berpelukan erat dengan sang mimpi.
Dia menatapku tajam.
Entah perasaan apa yang dirasakannya tapi kekuatan cinta dan kesucian jiwa miliknya dulu telah membusuk menjadi dendam yang menuntut pembalasan.
Dan dia masih terus menatapku seakan masih tersisa kasih di sudut hatinya yang penuh luka, yang bernanah dan berbau. Tapi rupanya kalah, karena dendam dan rasa sakit pada hatinya telah menjadi semacam wabah yang telah menyerang nalurinya, yang kini telah mengalir dalam merah darahnya dan terserap dalam tiap hembus nafasnya.
Aku terjaga dengan segala keterkejutan begitu mengetahui sang pemilik raga itu ada disini dan tengah menatapku dengan tatapan yang mengerikan.
Tatapan cinta yang sarat luka, yang sepertinya begitu menderita. Sengsara, teraniaya dan terbuang. Dia memeluk ragaku tiba-tiba dengan paksa dan sia-sia semua suara yang keluar dari mulutku, hanya menjadi teriakan bisu di istanaku yang sunyi.
Dia meregutku dalam rasa yang hanya dapat dinikmatinya sendiri. Airmataku… sia-sia saja. Sebab dia telah berubah menjadi daging tubuh tanpa rasa. Tak acuh. Tak pedulikan semua.
Dia sepertinya menyukai tiap kesia-siaan tenaga yang ku gunakan untuk melawan dan meronta. Dia tersenyum untuk setiap bulir air mata yang membasahi mata, pipi dan nyaris wajahku. Dia begitu menikmatinya.
Tak ada yang bisa ku pikirkan lebih buruk dari ini ketika sutra itu terkoyak dan terlepas. Tak membalut ragaku lagi. Dingin. Tanpa suara. Dan tatapan memohonku seolah hanya tatapan anak kucing yang tak bernilai di mata miliknya.
Aku tak kuasa. Aku benar-benar tak sanggup. Saat tempat dimana dia mengecap dan merasakan manis dan pahit telah menjelajahi jasmaniku. Aku kembali mengingat Tuhan setelah sekian lama aku melupakanNya dan terfoya dalam dunia, aku memohon agar ini jangan sampai benar terjadi. Agar ini hanya merupakan mimpi terburuk yang pernah aku alami dan semuanya akan baik-baik saja saat aku terbangun dan membuka mata nanti.
Tapi semuanya tak terbukti. Ini nyata dan sedang terjadi. Aku memejamkan mataku dalam nafas yang kuharapkan saat ini lebih baik tak ada saja. Dan ketidakmampuanku menerima ini akhirnya menghilangkan titik kesadaranku. Masih sempat kulihat tatapan itu.
Nanar penuh luka.
Ketika kudapati lagi warna dan rasa. Aku telah berada dalam keadaan ketika pertama kali aku datang ke dunia ini. Aku menangis tergugu. Aku meraung, menjerit.
Akhiarnya keputusasaan.
Waktu yang bergulir selanjutnya hanya kehampaan bagiku. Aku menatap semua dengan kosong. Tetap berada di tempat semua kehormatanku direnggut. Hanya saja tanpa rasa. Nyaris hilang semua alur hidupku.
Dan yang tertinggal, akhirnya aku tahu mana yang sejati. Dialah nyawa yang mengabaikan dendam dan memilih penerimaan tulus.
Dia merawatku, menemaniku. Meembacakan kisah-kisah untukku. Terus bicara meski aku hanya diam. Dia akan terus bicara. Tentang banyak hal. Tentang hal yang paling sepele, seperti cuaca hari ini, menu sarapan sampai hal yang paling besar seperti proyek yang tengah di tanganinya. Dia akan tertawa, cemberut, marah, berekspresi untuk semua kisah yang dia ceritakan untukku. Dia terus seperti itu sementara aku mematung, tanpa ekspresi dan seperti mati.
Kesabaran, ketulusan yang berlandaskan cinta yang sesungguhnya.
Aku tahu tapi aku diam. Aku bicara dengan kebisuan. Aku tenggelam dalam bayang-bayang ketakutan. Aku tidur dalam tidur yang tak pernah lepas dari mimpi tentang malam terkutuk itu. Terjaga dengan segala teriakan dan air mata yang deras mengalir.
Dan akan selalu kudapati dia di sampingku. Penuh dengan wajah kekhawatiran dan akan langsung memelukku. Menyalurkan ketenangan dan rasa hangat yang kucari. Dia lalu akan memintaku memejamkan mataku lagi. Dia juga tak akan beranjak. Tetap di sampingku sepanjang malam sampai aku benar-benar bisa terlelap lagi.
Masih hidup dalam duniaku sendiri hingga tiba di satu titik dimana aku merasa semuanya seperti berputar lagi ke malam itu. Dimana semua tempat rasanya penuh dengan hawa ketakutan yang merasukiku dengan hebat. Aku seperti kembali melihat tatapan mata penuh dendam dan luka itu.
Aku menjerit, menangis. Begitu ketakutan. Aku berlari sekuat aku bisa. Berharap semua akan tertinggal di belakang ketika aku berlari menjauh tanpa melihat apapun.
Berlari terus tanpa memperdulikan apapun. Berlari keluar dari istanaku untuk pertamakalinya sejak peristiwa itu.
Dan ternyata.. penuh darah dan nyaris mati. Tersentuh oleh besi kemodernan yang berjalan dengan kecepatan begitu tinggi.
Saat ku sadari mungkin kini tiba waktuku, tiba-tiba aku begitu ingin melihat dia yang tulus itu.
Berkilo-kilometer jauhnya dari tempatku terbujur dengan separuh nyawa bersimbah amis darah, dia mendadak menjatuhkan fotoku di atas meja kantornya. Membuat bingkai dan kacanya pecah berantakan bersamaan dengan dering suara telefonnya.
Berpacu bersama takdir dan nasib.
Ternyata Tuhan memberiku waktu lebih dan begitu baik padaku. Setelah entah berapa lama aku melayang dan mengelana dalam alam bawah sadarku, Tuhan maembuatku terjaga.
Tahukah??
Dia yang memiliki ketulusan yang pertama kulihat. Dia tersenyum. Senyum yang benar-benar membuatku merasa aman. Tapi.. entahlah, tiba-tiba keraguan menyeruak. Aku tak tahu siapa dia. Siapa dia? Dan… siapa aku??? Tiba-tiba arsip ingatanku seperti hilang, tak berbekas dan tak bersisa.
Tapi dia masih tersenyum meski sepertinya tahu kalau aku tak tak tau apa-apa.
“Luna…”panggilnya lembut, ”jika Tuhan ingin kau hidup dengan normal lagi seperti dulu dengan menghilangkan semua kenanganmu. Maka aku akan dengan senang hati menorehkan kisah baru yang indah untukmu.”
Meski aku tak tahu apa arti dari ucapannya itu, aku merasa begitu tenang mendengarnya. Dan ada rasa aneh yang menelusup ke dalam hatiku ketika dia memelukku dalam ketidaktahuan yang indah.
Dan entah bagaiman awalnya, tanganku bergerak. Memeluknya juga.
Secarik kertas kecil yang tak pernah tersampaikan.
Luna….maafkan kau. Aku tak pernah benar-benar melakukan itu. Aku bahkan tak pernah berfikir untuk setega itu padamu. Aku cuma belum sanggup menerima semua keputusanmu. Aku benar-benar minta maaf, Luna. Aku tak pernah ingin menyakitimu. Aku mencintaimu, Luna. Aku tak pernah bisa membayangkan untuk bisa hidup tanpa kamu ada di sampingku. Luna, maafkan aku yang telah membuatmu berfikir aku telah merebut kesucian itu. Sungguh Luna, aku belum melakukan itu. Aku tersadar saat aku melihatmu begitu ketakutan melihat apa yang kulakukan. Luna…aku tak akan sanggup melakukan itu padamu. Tapi aku tak punya keberanian untuk mengatakan itu padamu. Aku tak punya keberanian untuk menampakkan wajahku di depanmu.Luna sekali lagi maafkan aku…
THE LADY OF MIRKWOOD
The dream catcher who belong to The Lord of Mirkwood. Don't hesitate to come for say a small "hello!"
Formulir Kontak
POPULAR POSTS
Categories
- 30-Day Writing Challenge 4
- AUPAIR 2
- Cerpen 25
- Impian 6
- Ini Curhat 11
- Jejak R & D 2
- Kisah di Austria 7
- Kisah di Jerman 7
- Kisah Tak Sempurna 8
- Kumpulan Twitt 19
- Malaikat Hujan 7
- Puisi 18
- Random Thoughts 23
- Reading Link 2
- Untaian Kata 32
- Untuk Senpai 52
- Untuk SID 7
- Visa Jerman 3
- WritingChallenge 4
Blog Archive
-
2023
(17)
-
Mei
(17)
- Prioritasmu
- Untukmu
- Salju di Bulan April
- Nadamu
- Ketika
- Jangan Jatuh Cinta Lagi
- Movin' On
- Aku
- Pembencimu
- Yang Diingatkan Oleh Rindu
- How to Have a Long and Happy Relationship?
- Cerita Tentang Anggarra
- I Ever Met A Man
- Dia Suka Perempuan Berambut Panjang
- Berdamai Dengan Masa Lalu
- Sleep Paralysis
- Sang Pemimpi
-
Mei
(17)
-
2013
(25)
- Desember (3)
- November (3)
- Oktober (2)
- September (1)
- Juli (1)
- Juni (2)
- Mei (1)
- April (7)
- Maret (5)