Kekasih..
Kau adalah luka yang tak sembuh
Kau adalah tawa yang berkelanjutan
Kau adalah senyum yang paling jujur
Kau adalah airmata yang kutepiskan
Kekasih..
Tapi kenapa kau begitu sukar
Begitu sukar kuterjemahkan
Kadang begitu tak mampu
Tak mampu pahami apa maumu
Kekasih..
Tapi aku akan tetap pada rasa ini
Aku akan tetap menyukaimu
Tetap akan kuhirup udara di sampingmu
Nafas ini nafas untukmu
Detak ini detak untukmu
Berlebihankah kekasih?
Berlebihankah ketika begini besar ku menyukaimu
Tapi bisa apa aku?
Sudah terlanjur kekasih
Sudah terlanjur kau ambil semua hatiku
Tanpa sisa
Kau biarkan aku kosong tanpa hati
Tak apa kekasih
Tak apa-apa
Sebab aku mau
Aku mau memberi semua hati ini
Aku mau kamu,kekasih
Aku mau kamu
Hanya kamu
Dan akan tetap selalu kamu
Satu-satunya
Sebab cinta, kekasih
Sebab aku mencintaimu
Tulus dan tanpa syarat
Kalimat itu mengurai makna
Makna yang dalam dan samar-samar
Tapi kamu tak peduli
Tersiakan makna terabaikan
Ya sudah
Tidak apa-apa
Mungkin..
Bagimu tak pernah memang berarti
Bagimu semua ini sekedar pengisi detikmu
Bagimu sikap seperti itu pun biasa saja
Dan aku meradang
Sulit
Sulit lidahku mencerca huruf
Sulit tanganku membangun tingkah
Karena yang seperti itu
Segala yang memuakkan tentangmu itu
Memang kamu yang inginkan
Sudahlah..
Tepis galau dan raba hati
Tuntaskan disini
Usah sesali
Perih tak dapat jadi sekedar khayal
Nyata ini
Kalimat ini
Suara ini
Asli tak noda memang maumu
Ya sudahlah
Tidak apa-apa
Ku putuskan berbalik
Pergi,
Melepas angin asa tentang kamu
Tentang aku
Tentang kita
Kuhaturkan mantra baru
Mantra baru teruntukmu kekasih
Mantra baru yang akan meluluhkan kita
Tapi tak apa
Kamu pun juga tetap dingin
Tak peduli
Aku mencium aroma baru
Rasanya sangat berbeda
Aromanya aneh
Aromanya,
Lain dan lain
Tidak sama
Ini lebih menyengat
Aromanya,
Aroma yang sanggup meluluhkan
Aroma yang mampu memabukkan
Aroma yang dapat memusingkan
Aroma ini..
Aroma kerinduan
Aroma kerinduanku akanmu
Aroma kerinduanku akanmu yang dulu
Aroma ini..
Aku tidak suka
Aroma kerinduan ini membuatku pening
Aroma ini membuatku tidak seimbang
Astaga!
Memuakkan!
Hapuskan aroma ini
Aroma ini membuatku sulit bernafas
Aroma kerinduan ini membuatku mual
Aroma ini jelas tak boleh terus kuhirup
Aroma berbeda yang membuatku nyaris mati
Aku benci merasa dingin
Aku benci mencium bau basah
Aku benci mendengar guruh petir
Aku benci
Benci
Tapi lebih dari itu semua
Aku paling benci ketika merasakan semua ini
Menyesakkan
Aku merasa sakit
Sakit ketika membenci apa yang aku suka
Aku benci dan marah
Perasaan ini menyebalkan
Aku mengurai semua
Rasa ini
Perasaan benci ini
Terurai
Kudapati nyata yang ada
Semua karena kamu
Ketika aku marah padamu
Ketika aku benci padamu
Mendadak aku berhenti menyukai apa yang aku suka
Ketika membencimu
Aku membaca cerita lain
Membencimu itu tidak menyenangkan
Ada cerita tentang perasaan yang diceritakan oleh seorang perempuan. Cerita tentang apa yang dirasakannya kepada seorang laki-laki yang menurutnya sangat dicintainya. Dia menyimpan perasaannya dengan baik dan tanpa cela. Meski seringkali laki-laki yang dicintainya itu cenderung menyakitinya dan membuatnya berulang kali menangis dan merasakan rasa sakit yang katanya tidak pernah dirasakan olehnya sebelumnya.
Tapi dia tetap menjaga perasaannya tersebut dan berjanji akan mempertahankan rasa yang menurutnya dimiliki mereka sampai batas akhir dimana dia sanggup bertahan. Ada kisah lain yang terjadi dan banyak hal membuatnya sedikit terisak. Tapi dia tetap bertahan di tempatnya semula, tegar. Sejujurnya dia tidak sekuat itu, dia sebenarnya lemah tapi hanya bersembunyi di balik topeng yang digunakannya agar orang lain tidak tahu bahwa dia demikian terluka.
Tidak banyak bicara dengan benar, dia hanya mampu bersuara lewat rangkaian huruf-huruf kecil yang diciptakannya dari tarian mungil penanya yang setia. Suatu ketika dia merasa sudah sangat lelah untuk bertahan ketika laki-laki itu tak juga memahami apa yang dia mau dengan benar.
Ketika laki-laki itu meninggalkannya membisu di sudut dan pergi dengan semua kesibukkan yang memenuhi hidup laki-laki itu. Perempuan itu merasa bosan dan marah, dia meracau memaki kisah cintanya yang tak seindah khayalannya. Tapi yang dia dapat selanjutnya justru membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. Laki-laki yang dicintainya itu merasa tersinggung, dan perempuan itu tak tahu kalau ungkapan hatinya tadi akan berakibat separah ini.
Laki-laki yang dicintainya itu bahkan akan setega itu mengucapkan kalimat-kalimat yang intinya menginginkan perpisahan mereka. Perempuan itu terdiam. Dia belum ingin semuanya selesai secepat ini. Dia terpaku mendapati kenyataan tersebut. Tapi perasaannya menolak, dia ingin berbalik dan pergi.
Melupakan kisah yang diharapkannya dapat berjalan dengan baik dan indah. Tapi tak bisa, dia menggeleng cepat dan menangis keras. Jangan, tolong jangan pergi sekarang, ujar hatinya yang sudah cacat oleh lara. Hatinya memaksanya jangan menyerah, tapi dia lelah. Jujur saja sikap laki-laki itu tak membuatnya semakin merasa baik.
Semua yang terjadi seakan sia-sia dan laki-laki itu menolak paham dan malah keras kepala. Tak sadarkah laki-laki itu apa yang telah dilakukan dan dikatakannya telah menyakiti perempuan itu demikian parahnya. Tapi bukankah memang luka hati itu adalah sesuatu yang abstrak dan perempuan itu demikian pandainya menutupi semuanya.
Tapi dia tak sepenuhnya menutupi semuanya, dia membuka beberapa perasaannya yang nanar namun yang orang lain mungkin hanya sekedar terluka. Sekedar terluka. Kembali lagi ke keputusannya tentang hubungan keduanya, dia masih tak tahu harus bagaimana. Di sisi lain dia sudah lelah melanjutkan semua yang rasanya cuma menyakitinya saja.
Dan di sisi lainnya hatinya menolak pergi, hatinya berkeras dia harus bertahan. Sesakit apa pun, sejahat apa pun laki-laki itu dia harus bertahan dan berakhir dengan laki-laki itu. Perempuan itu diam. Lalu tak perlu waktu lama lagi dia memutuskan. Dia memilih hatinya daripada logikanya yang telah kelelahan.
Setengah menangis dan tak tahu harus bicara apa, dia menurunkan egonya. Bicara. Meminta agar semua tetap sama. Meminta agar kisah ini tetap berlanjut. Laki-laki itu sombong. Seharusnya dia tahu bagaimana perempuan itu berusaha bersabar menghadapinya. Semuanya memang tetap berjalan baik akhirnya.
Keduanya akhirnya memutuskan tetap bersama tapi kata-kata terakhir laki-laki itu justru membuat perempuan itu merasa sungguh seperti pengemis yang memohon cinta. “sudah ya, aku mau tidur”. Kalimat itu ringan, tapi coba bayangkan, ketika kau mencoba menyelesaikan masalah yang menurutmu sangat penting dan salah satu pihak justru mengakhirinya dengan kalimat itu dan membuatmu seakan-akan menjadi sesuatu yang sangat-sangat tidak penting.
Semalam penuh perempuan itu diam, dia bisu dalam keramaian di sekitarnya. Dia ingin menangis agar semuanya terasa lebih melegakannya, namun air mata nya tak mau jatuh. Hatinya terlalu sakit. Akhirnya dia pun hanya diam. Lagi-lagi diam. Diam dan makin diam.
Dia benci laki-laki itu. Malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia benar-benar membenci laki-laki itu. Harga dirinya tersakiti, bagian paling dalam darinya sebagai ego seorang perempuan tersakiti. Dia membenci laki-laki yang dicintainya itu. Dia membencinya.
Tapi bodoh, perempuan itu memang bodoh karena nyatanya dia sangat lemah. Asal kau tahu, hanya semalam, hanya semalam saja dia mampu membenci laki-laki itu. Hari selanjutnya, ketika dia merasakan kehangatan sinar matahari, dia merindukan laki-laki itu. Dia masih mencintai laki-laki itu dengan demikian besarnya. Dia membutakan matanya sendiri dari kenyataan bahwa laki-laki itu telah dan terus menyakiti dan mengabaikannya.
Dia menulikan telinganya sendiri dari kenyataan bahwa tak ada yang mendukungnya, tak ada yang mendukung pilihannya untuk bertahan. Dia mematikan perasaannya sendiri dari kenyataan bahwa mungkin benar laki-laki itu tidak mencintainya.
Tapi perempuan itu tampil dengan senyumnya, dia bersikap seolah semua baik-baik saja. Dia tertawa dan bertindak seperti biasanya. Semua selancar biasanya dan seakan semua benar-benar baik. Padahal dia meradang, kadang ketika dia sendiri. Dia menangis,dia menangis keras. Dan dia menghapusnya ketika orang lain datang. Dia demikian sakit. Tapi bukankah sudah kukatakan perempuan itu pandai memakai topengnya.
Dia tersenyum sementara dia menahan sakit di dalam. Dia tidak benar-benar baik sekarang. Waktu berjalan dengan pelan dan tak ada yang berubah. Yang dikecapnya masih pahit, kisah yang dijalaninya sekelam dunia tanpa kaca. Dia diam dalam rasa sakit yang kini dipilihnya untuk dinikmati sendiri.
Namun perempuan itu sudah teracuni oleh rasa sakit. Dia tidak tahu apa sekarang dia benar masih demikian besar mencintai laki-laki itu. Dia menangis lagi sampai rasanya air matanya kering. Dia hanya bisa menangis karena kau tau. Laki-laki itu tak peduli. Laki-laki itu jahat. Dia tak tahu bagaimana harap perempuan itu padanya.
Dan dia tak tahu bagaimana sebenarnya dia telah menghancurkan perasaan perempuan itu dengan telak. Tak ada yang tersisa. Sekarang, saat ini. Mungkin perempuan itu mati rasa. Mungkin benar dikatakannya kalimat “aku mencintaimu” pada laki-laki itu. Dia tak benar tahu apa maknanya sekarang. Seakan semua hilang, dan perempuan itu tersenyum. Namun dia tak tahu apa yang membuatnya tersenyum dan dia tiba-tiba menangis. Dia menggeleng cepat, rasa sakit itu membuatnya seperti seperti gila.
Tapi perempuan itu berucap pelan, “aku akan tetap disini meski sejujurnya aku tidak tahu kali ini untuk apa”. Laki-laki itu memang tidak tahu, atau memang laki-laki itu tidak pernah ingin tahu apa yang terjadi padanya. Dan dia sudah benar-benar lelah. Lebih dari sekedar rasa lelah yang sebelumnya dia rasakan.
Kelelahan itu membuatnya sekarang bersikap masa bodoh. Tak sepenuhnya masa bodoh memang, tapi dia mengurangi kadar kepeduliannya pada laki-laki itu. Dia berharap sekarang ketika dia sedikit mengurangi semuanya, laki-laki itu mau sedikit saja belajar memahami apa yang dia mau.
Dan jangan sampai, ketika perempuan itu memilih menyerah lalu berbalik pergi. Laki-laki itu baru menyadari bahwa perempuan itu berharga. Karena memang mungkin benar adanya, sesuatu itu baru terasa berharga ketika kau telah kehilangannya.
17 Desember 2011
06.58 AM
Aku dan Cintaku Untukmu
Pernah mendengar tentang kebodohan yang dilakukan oleh perempuan hanya karena dia jatuh cinta? Pernah mendengar kisah tentang bagaimana seorang perempuan menjadi lemah Cuma gara-gara seorang laki-laki? Pernah mendengar kisah-kisah klasik tentang air mata yang harus jatuh hanya untuk menenangkan hati yang cemburu? Pernahkah???
Bagiku, itu bukan sekedar bagaimana kamu mendengar. Bagiku itu bukan sekedar kisah karena aku melakukannya sendiri. Karena aku mengalaminya. Aku melakukan banyak kebodohan hanya karena aku jatuh cinta. Aku menjadi demikian lemah gara-gara seorang laki-laki. Dan aku menangis, ketika aku merasakan cemburu membakar hatiku.
Dan laki-laki itu pun juga laki-laki yang pertama bagiku. Laki-laki yang padanya kupercayakan seluruh cintaku. Laki-laki yag hanya padanya kuberikan ketulusan yang sesungguhnya. Laki-laki yang sayangnya kata sahabat-sahabatku tidak patut kuperlakukan demikian istimewa. Maka aku menunduk, terpaku karena tahu, meski mungkin dia tidak terlalu baik bagi diriku tapi aku tidak bisa untuk berhenti mencintainya dengan demikian besarnya.
Tuhan tahu, tahu bagaimana aku mencintainya dengan ketulusan yang tak pernah kuberikan pada laki-laki lainnya. Dan pada Tuhan, sering aku menangis dan mengadu betapa kadang laki-laki yang kucintai ini bersikap terlalu jahat padaku. Sering kupertanyakan pada Tuhan, kenapa harus ada dia dalam kisahku. Kenapa muncul tokohnya dalam drama kehidupanku. Kenapa harus dia?? Kenapa harus pada dia kuberikan hatiku??
Aku tak mendapat jawaban, Tuhan ingin aku menjalaninya dan menyimpulkan jawabannya sendiri. Seperti biasa, Tuhan akan mengajarkan padaku bahwa tak pernah ada yang harus disesali. Hanya perlu mengubah yang menurutmu tidak baik menjadi baik dan menghindari melakukannya lagi. Maka aku makin terpaku, bermain dengan masa depan dan kehidupanku sendiri. Aku takut. Taruhan yang kuberikan terlalu besar tapi aku tak bisa menariknya lagi. Sudah terjadi dan di belakangku sudah jurang. Hanya ada satu pilihan, Maju.
Maka aku disini, tetap mencintainya dan menyayanginya dalam setiap nafas yang Tuhan berikan padaku. Aku bersyukur mengenalnya. Kuhapuskan pandangan awalku bahwa aku tidak ingin mengenalnya. Aku tersenyum ketika dia menyaktiku lagi. Lakukanlah, lakukan apa pun yang sekarang kamu mau, sayang. Sepertinya kalimat itu yang menjadi semacam mantra bertahan bagiku. Semacam pasrah, sahabatku menertawakanku. Aku Cuma bisa memaksakan senyum tulus pada mereka dan berkata, “Aku mencintai laki-laki ini kok”. Dan mereka hanya akan menggeleng-gelengkan kepalanya, mengelus dada dan berucap pelan, “kamu sudah berubah ya?”. Semacam gumaman tapi aku tak merespon denga kata-kata. Kali ini cukup senyum saja. Sahabatku, andai bisa kalian baca hatiku, kalian akan mengerti mengapa aku memilih bertahan mencintai laki-laki yang kalian sebut tidak pantas untukku ini.
Kadang aku memang berpikir bahwa sahabat-sahabatku memang benar. Mungkin benar adanya, tapi meski benar, sudah kutekankan pada diriku sendiri. Aku tidak akan pernah menyerah dan meninggalkan cintaku disini. Terserak dan terbuang. Tidak. Tidak akan. Sudah sering kuingatkan diriku sendiri, aku akan bertahan. Bertahan untuk mencintainya dan tetap menjadi perempuan yang tulus padanya.
Aku tahu, aku tahu dengan baik kalau laki-laki yang kucintai ini memang bukan laki-laki yang romantis. Dia tidak ekspresif. Tidak bisa dengan baik menunjukan perasaan yang sesungguhnya padaku. Aku sulit membacanya. Aku tidak bisa melihat dengan jelas semua yang ada dengan benar, meski telah kufokuskan semua di matanya. Bukankah kata orang, mata adalah bagian terjujur dari seorang manusia. Tapi gelap, matanya tak bicara apa pun dan aku kelelahan mencari dari matanya dan memilih tetap tidak tahu apa-apa tentang hatinya. Menyedihkan bukan?? Aku tertawa ringan.
Di samping itu, aku masih harus meradang dan merasa tersisihkan. Ya, tersisihkan. Aku bukan prioritas untuknya. Tidak pernah bahkan menjadi penting baginya. Aku tahu yang satu ini dengan benar. Kalau dia benar tulus sebesar aku tulus mencintainya mungkin dia tidak akan pernah membiarkan aku mencari-cari ketulusan itu sampai begini parahnya. Aku tersisih, kuseka lagi air mataku yang jatuh karenanya. Aku tidak pernah merasa sesakit ini di bagian hati terdalamku seperti ini. Aku mencintainya dengan benar tapi dia tidak. Laki-laki yang kucintai ini bahkan akan cukup sadar untuk mengabaikanku selama berhari-hari tanpa sedikit saja berbagi kabarnya padaku. Tidak ada kalimat “kamu sedang apa?” “sudah makan?” “i love you”. Kalimat-kalimat seperti itu rasanya sudah punah bagi kami. Aku tertawa perih, separah ini ya?
Laki-laki yang kucintai ini mungkin memang sibuk, sibuk dengan semua aktivitasnya untuk mempedulikan satwa liar. Yah, satwa liar. Kadang aku bisa tertawa kalau mengingat hal ini. Tawa yang kata sahabatku membuat dia makin tidak menyukai laki-laki yang kucintai ini. Aku tidak mau tahu,terserah sababat-sahabatku itu ingin berkata apa. Aku hanya ingin tertawa ketika itu. Kalian tahu sahabatku, rasanya percuma saja banyak laki-laki mengatakan kau cantik, mengatakan kau manis. Kalau kau saja bahkan kalah cantik dengan mereka, satwa-satwa liar itu. Aku tertawa makin sinis, mungkin aku sudah benar-benar bodoh dan tolol. Cemburu dengan satwa??? Dasar bodoh, sumpah benar-benar bodoh.
Aku mungkin aku saja yang kekanak-kanakan ya? Aku yang egois ya? Sebagian sababatku mengatakan mungkin ada baiknya aku bersabar, berusaha mengerti dan menunggu. Tapi aku hanya tak bisa menahan perasaan lelahku bertahan. Tapi wajar kan kalau aku lelah, wajarkan kalau aku merasa bosan diperlakukan seperti tak berarti begini. Meski aku berkata bahwa sesulit apa pun aku akan tetap bertahan dengannya, bukan berarti laki laki ini boleh seenaknya menarik ulur hatiku seperti ini, apa laki-laki yang kucintai ini pikir rasanya menyenangkan membacaku yang menyeka air mata ketika kutumpahkan sakitku pada tempat yang bisa dibaca semua temanku. Apa baginya menyenangkan melihatku terengah-engah tersakiti begini.
Kalau sudah sampai tahap ini biasanya aku akan diam. Diam dan hanya diam sampai aku selesai dengan hatiku sendiri. Kuseka setetes lagi air mata yang mengalir dari sudut mataku. Apa aku terlihat demikian menyedihkan, sahabatku? Kalau sudah seperti ini biasanya sahabatku pun juga kan diam. Mereka tidak akan bicara apa-apa. Hanya menemaniku dan mengelus pundakku.
Apa aku harus jujur bicara pada laki-laki yang kucintai ini bahwa aku membutuhkannya. Dan apa harus aku berkata padanya, “tolong jangan abaikan aku”. Aku mengelus dadaku, astaga, coba lihat betapa aku benar-benar sudah sangat bodoh dan tidak tertolong lagi sekarang. Aku mengangguk. Ya, mungkin benar begitu. Mungkin benar, tapi aku bisa apa. Bisa apa aku.
Laki-laki yang kucintai ini, apa benar dia mencintaku. Kugelengkan kepalaku. Tidak, kenapa terpikir ini lagi. Aku tidak mau tahu hatinya. Aku hanya ingin menjaga hatiku sendiri. Mungkin aku hanya terlalu takut untuk tahu. Ya, mungkin aku takut. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya nanti kalau ketika aku mencari kejujuran perasaannya dan menemukan fakta bahwa dia tidak mencintaiku. Mungkin pada detik itu aku sadar aku tidak akan menangis. Tidak akan menangis dengan air mata. Dan detik itu juga, aku tidak akan memohon, aku tidak akan memohon padanya cinta. Mungkin akhirnya, ketika itulah aku memilih menyerah padanya dan pergi.
Sudah kukatakan, cintaku untuk laki-laki ini bukan tuntutan. Aku hanya akan tetap bertahan kalau memang dia punya cinta untukku. Cintaku untuk laki-laki ini memang besar tapi tak cukup besar untuk membuatku melepaskan harga diriku tentang ego pasti seorang perempuan. Aku tidak akan meminta cinta darinya jika laki-laki yang kucintai ini memang tidak punya itu untukku.
Jadi Sayangku, laki-lakiku. Jika kau baca ini, kuharap kau mengerti. Kuharap kau bisa pahami mauku. Tak banyak. Hanya sekedar peduli. Tidak sulit kok, sayang. Aku juga tidak meminta yang aneh. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang penting dan berharga untukmu. Senpai, aku mencintaimu.
Aku memandang laut yang bergolak tenang di depan
Terdiam..
Naluriku tersakiti
Tanpa kata, angin menyapaku
Dalam diam suara ombak melerai
Nyaris terisak aku menangis
Kutangisi semua bodoh yang ada
Aku terisak..
Kamu tidak ada disini
Ketika aku meregang sakit
Ketika aku nyaris tidak bicara
Berharap ada kamu
Berharap ada kamu disini
Menyentuhku..
Menggenggam erat jemariku
Menghantarkan hawa hangat
Meredakan sakitku
Tapi meradang
Hanya khayal
Sebab nyatanya..
Nyatanya tak ada kamu
Tak ada kamu sampai aku terisak di akhir
Sepi kutangisi sendiri
Aku sakit..
Sakit karena semua dan karena kamu
Aku bisu
Diam makin diam dan lebih diam lagi
THE LADY OF MIRKWOOD
The dream catcher who belong to The Lord of Mirkwood. Don't hesitate to come for say a small "hello!"
Formulir Kontak
POPULAR POSTS
Categories
- 30-Day Writing Challenge 4
- AUPAIR 2
- Cerpen 25
- Impian 6
- Ini Curhat 11
- Jejak R & D 2
- Kisah di Austria 7
- Kisah di Jerman 7
- Kisah Tak Sempurna 8
- Kumpulan Twitt 19
- Malaikat Hujan 7
- Puisi 18
- Random Thoughts 23
- Reading Link 2
- Untaian Kata 32
- Untuk Senpai 52
- Untuk SID 7
- Visa Jerman 3
- WritingChallenge 4
Blog Archive
-
2023
(17)
-
Mei
(17)
- Prioritasmu
- Untukmu
- Salju di Bulan April
- Nadamu
- Ketika
- Jangan Jatuh Cinta Lagi
- Movin' On
- Aku
- Pembencimu
- Yang Diingatkan Oleh Rindu
- How to Have a Long and Happy Relationship?
- Cerita Tentang Anggarra
- I Ever Met A Man
- Dia Suka Perempuan Berambut Panjang
- Berdamai Dengan Masa Lalu
- Sleep Paralysis
- Sang Pemimpi
-
Mei
(17)
-
2013
(25)
- Desember (3)
- November (3)
- Oktober (2)
- September (1)
- Juli (1)
- Juni (2)
- Mei (1)
- April (7)
- Maret (5)