17 Desember 2011
06.58 AM
Aku dan Cintaku Untukmu
Pernah mendengar tentang kebodohan yang dilakukan oleh perempuan hanya karena dia jatuh cinta? Pernah mendengar kisah tentang bagaimana seorang perempuan menjadi lemah Cuma gara-gara seorang laki-laki? Pernah mendengar kisah-kisah klasik tentang air mata yang harus jatuh hanya untuk menenangkan hati yang cemburu? Pernahkah???
Bagiku, itu bukan sekedar bagaimana kamu mendengar. Bagiku itu bukan sekedar kisah karena aku melakukannya sendiri. Karena aku mengalaminya. Aku melakukan banyak kebodohan hanya karena aku jatuh cinta. Aku menjadi demikian lemah gara-gara seorang laki-laki. Dan aku menangis, ketika aku merasakan cemburu membakar hatiku.
Dan laki-laki itu pun juga laki-laki yang pertama bagiku. Laki-laki yang padanya kupercayakan seluruh cintaku. Laki-laki yag hanya padanya kuberikan ketulusan yang sesungguhnya. Laki-laki yang sayangnya kata sahabat-sahabatku tidak patut kuperlakukan demikian istimewa. Maka aku menunduk, terpaku karena tahu, meski mungkin dia tidak terlalu baik bagi diriku tapi aku tidak bisa untuk berhenti mencintainya dengan demikian besarnya.
Tuhan tahu, tahu bagaimana aku mencintainya dengan ketulusan yang tak pernah kuberikan pada laki-laki lainnya. Dan pada Tuhan, sering aku menangis dan mengadu betapa kadang laki-laki yang kucintai ini bersikap terlalu jahat padaku. Sering kupertanyakan pada Tuhan, kenapa harus ada dia dalam kisahku. Kenapa muncul tokohnya dalam drama kehidupanku. Kenapa harus dia?? Kenapa harus pada dia kuberikan hatiku??
Aku tak mendapat jawaban, Tuhan ingin aku menjalaninya dan menyimpulkan jawabannya sendiri. Seperti biasa, Tuhan akan mengajarkan padaku bahwa tak pernah ada yang harus disesali. Hanya perlu mengubah yang menurutmu tidak baik menjadi baik dan menghindari melakukannya lagi. Maka aku makin terpaku, bermain dengan masa depan dan kehidupanku sendiri. Aku takut. Taruhan yang kuberikan terlalu besar tapi aku tak bisa menariknya lagi. Sudah terjadi dan di belakangku sudah jurang. Hanya ada satu pilihan, Maju.
Maka aku disini, tetap mencintainya dan menyayanginya dalam setiap nafas yang Tuhan berikan padaku. Aku bersyukur mengenalnya. Kuhapuskan pandangan awalku bahwa aku tidak ingin mengenalnya. Aku tersenyum ketika dia menyaktiku lagi. Lakukanlah, lakukan apa pun yang sekarang kamu mau, sayang. Sepertinya kalimat itu yang menjadi semacam mantra bertahan bagiku. Semacam pasrah, sahabatku menertawakanku. Aku Cuma bisa memaksakan senyum tulus pada mereka dan berkata, “Aku mencintai laki-laki ini kok”. Dan mereka hanya akan menggeleng-gelengkan kepalanya, mengelus dada dan berucap pelan, “kamu sudah berubah ya?”. Semacam gumaman tapi aku tak merespon denga kata-kata. Kali ini cukup senyum saja. Sahabatku, andai bisa kalian baca hatiku, kalian akan mengerti mengapa aku memilih bertahan mencintai laki-laki yang kalian sebut tidak pantas untukku ini.
Kadang aku memang berpikir bahwa sahabat-sahabatku memang benar. Mungkin benar adanya, tapi meski benar, sudah kutekankan pada diriku sendiri. Aku tidak akan pernah menyerah dan meninggalkan cintaku disini. Terserak dan terbuang. Tidak. Tidak akan. Sudah sering kuingatkan diriku sendiri, aku akan bertahan. Bertahan untuk mencintainya dan tetap menjadi perempuan yang tulus padanya.
Aku tahu, aku tahu dengan baik kalau laki-laki yang kucintai ini memang bukan laki-laki yang romantis. Dia tidak ekspresif. Tidak bisa dengan baik menunjukan perasaan yang sesungguhnya padaku. Aku sulit membacanya. Aku tidak bisa melihat dengan jelas semua yang ada dengan benar, meski telah kufokuskan semua di matanya. Bukankah kata orang, mata adalah bagian terjujur dari seorang manusia. Tapi gelap, matanya tak bicara apa pun dan aku kelelahan mencari dari matanya dan memilih tetap tidak tahu apa-apa tentang hatinya. Menyedihkan bukan?? Aku tertawa ringan.
Di samping itu, aku masih harus meradang dan merasa tersisihkan. Ya, tersisihkan. Aku bukan prioritas untuknya. Tidak pernah bahkan menjadi penting baginya. Aku tahu yang satu ini dengan benar. Kalau dia benar tulus sebesar aku tulus mencintainya mungkin dia tidak akan pernah membiarkan aku mencari-cari ketulusan itu sampai begini parahnya. Aku tersisih, kuseka lagi air mataku yang jatuh karenanya. Aku tidak pernah merasa sesakit ini di bagian hati terdalamku seperti ini. Aku mencintainya dengan benar tapi dia tidak. Laki-laki yang kucintai ini bahkan akan cukup sadar untuk mengabaikanku selama berhari-hari tanpa sedikit saja berbagi kabarnya padaku. Tidak ada kalimat “kamu sedang apa?” “sudah makan?” “i love you”. Kalimat-kalimat seperti itu rasanya sudah punah bagi kami. Aku tertawa perih, separah ini ya?
Laki-laki yang kucintai ini mungkin memang sibuk, sibuk dengan semua aktivitasnya untuk mempedulikan satwa liar. Yah, satwa liar. Kadang aku bisa tertawa kalau mengingat hal ini. Tawa yang kata sahabatku membuat dia makin tidak menyukai laki-laki yang kucintai ini. Aku tidak mau tahu,terserah sababat-sahabatku itu ingin berkata apa. Aku hanya ingin tertawa ketika itu. Kalian tahu sahabatku, rasanya percuma saja banyak laki-laki mengatakan kau cantik, mengatakan kau manis. Kalau kau saja bahkan kalah cantik dengan mereka, satwa-satwa liar itu. Aku tertawa makin sinis, mungkin aku sudah benar-benar bodoh dan tolol. Cemburu dengan satwa??? Dasar bodoh, sumpah benar-benar bodoh.
Aku mungkin aku saja yang kekanak-kanakan ya? Aku yang egois ya? Sebagian sababatku mengatakan mungkin ada baiknya aku bersabar, berusaha mengerti dan menunggu. Tapi aku hanya tak bisa menahan perasaan lelahku bertahan. Tapi wajar kan kalau aku lelah, wajarkan kalau aku merasa bosan diperlakukan seperti tak berarti begini. Meski aku berkata bahwa sesulit apa pun aku akan tetap bertahan dengannya, bukan berarti laki laki ini boleh seenaknya menarik ulur hatiku seperti ini, apa laki-laki yang kucintai ini pikir rasanya menyenangkan membacaku yang menyeka air mata ketika kutumpahkan sakitku pada tempat yang bisa dibaca semua temanku. Apa baginya menyenangkan melihatku terengah-engah tersakiti begini.
Kalau sudah sampai tahap ini biasanya aku akan diam. Diam dan hanya diam sampai aku selesai dengan hatiku sendiri. Kuseka setetes lagi air mata yang mengalir dari sudut mataku. Apa aku terlihat demikian menyedihkan, sahabatku? Kalau sudah seperti ini biasanya sahabatku pun juga kan diam. Mereka tidak akan bicara apa-apa. Hanya menemaniku dan mengelus pundakku.
Apa aku harus jujur bicara pada laki-laki yang kucintai ini bahwa aku membutuhkannya. Dan apa harus aku berkata padanya, “tolong jangan abaikan aku”. Aku mengelus dadaku, astaga, coba lihat betapa aku benar-benar sudah sangat bodoh dan tidak tertolong lagi sekarang. Aku mengangguk. Ya, mungkin benar begitu. Mungkin benar, tapi aku bisa apa. Bisa apa aku.
Laki-laki yang kucintai ini, apa benar dia mencintaku. Kugelengkan kepalaku. Tidak, kenapa terpikir ini lagi. Aku tidak mau tahu hatinya. Aku hanya ingin menjaga hatiku sendiri. Mungkin aku hanya terlalu takut untuk tahu. Ya, mungkin aku takut. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya nanti kalau ketika aku mencari kejujuran perasaannya dan menemukan fakta bahwa dia tidak mencintaiku. Mungkin pada detik itu aku sadar aku tidak akan menangis. Tidak akan menangis dengan air mata. Dan detik itu juga, aku tidak akan memohon, aku tidak akan memohon padanya cinta. Mungkin akhirnya, ketika itulah aku memilih menyerah padanya dan pergi.
Sudah kukatakan, cintaku untuk laki-laki ini bukan tuntutan. Aku hanya akan tetap bertahan kalau memang dia punya cinta untukku. Cintaku untuk laki-laki ini memang besar tapi tak cukup besar untuk membuatku melepaskan harga diriku tentang ego pasti seorang perempuan. Aku tidak akan meminta cinta darinya jika laki-laki yang kucintai ini memang tidak punya itu untukku.
Jadi Sayangku, laki-lakiku. Jika kau baca ini, kuharap kau mengerti. Kuharap kau bisa pahami mauku. Tak banyak. Hanya sekedar peduli. Tidak sulit kok, sayang. Aku juga tidak meminta yang aneh. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang penting dan berharga untukmu. Senpai, aku mencintaimu.