Malam merayap perlahan hingga ke puncaknya dan sepasang mata ini masih bening menatap langit-langit. Kepalaku penuh dengan banyak rencana tentang apa yang akan kulakukan esok hari. Apa yang harus kuhapuskan atau apa yang harus kuperbaiki agar aku bisa melakukan semua yang memang sudah kurencanakan jauh-jauh hari. Lalu perasaan itu menyergap mendadak, mengacaukan isi kepalaku yang penuh oleh rencana-rencana masa depan. Perasaan itu.. mereka bilang namanya rindu.
Aku rindu kamu. Tiba-tiba saja, dan begitu saja, aku rindu.
Tidak tahu kenapa tapi aku rindu kamu. Rencana-rencana penghuni kepalaku tersapukan segera dan isinya hanya ada kamu. Kamu dan seperti apa kita dahulu. Senangnya, kita yang muncul adalah kita yang bahagia dan bukan kita yang saling menyakiti.
Entah kenapa, aku menyukai perasaan ini. Rindu tiba-tiba. Rindu yang datang ketika pertengahan malam merambat ke arah dini hari. Rindu yang benar-benar rindu. Rindu karena aku ternyata masih peduli. Rindu yang tulus.
Terus terang, aku bahkan hampir lupa seperti apa wajahmu. Aku lupa seberapa tinggi tubuhmu. Apakah aku perlu meraihmu sebelum aku menciummu atau aku hanya perlu maju dan wajahmu sudah sejajar denganku? Aku lupa. Seperti apa rasanya dipeluk kamu? Aku menerka-nerka. Bagaimana suaramu terdengar ketika kita berbicara? Bagaimana suaramu ketika namaku terselip di sana? Bagaimana? Aku sama sekali tidak ingat. Namun aku tetap saja merindumu.
Jadi aku mencoba mengingat..
Rindu membantuku mengingat garis wajahmu yang sering kutelusuri diam-diam. Rindu membantuku mengingat bahwa di wajahmu ada sepasang mata yang gelapnya kupuja lekat. Ada tatapan mata yang kusukai benar-benar. Alis yang tebal dan sinar mata yang dalam. Aku tersenyum, kamu tahu? Mengingatmu membuatku bahagia.
Rindu membantuku mengingat seperti apa rasanya berada dalam pelukanmu. Meski sepertinya jarang dulu kudapatkan yang satu ini dari kamu. Tapi beberapa peluk yang pernah kau beri, teringat kembali. Aku bertanya-tanya kenapa kamu dulu jarang memelukku? Atau, kenapa aku tidak pernah lebih dahulu memelukmu? Rindu memberitahuku kalau sebuah peluk adalah obat khawatir paling mujarab. Lalu kenapa dulu jarang? Mendadak rindu membuatku ingin memelukmu sekarang. Aku ingin menenggelamkan diriku dalam dekapmu. Apa bisa? Apa boleh?
Aku memejamkan mataku. Aku mencoba mengingat lebih banyak. Aku mencoba mengembalikan beberapa bagian penting yang hampir aku lupakan. Oh malam, ada banyak hal yang kembali kuingat bersama datangnya rindu. Aku bisa mengingat lagi. Wajahmu, pelukanmu, dan suaramu. Dan aku sadar, aku benar-benar menyukai kamu. Aku menyukainya, ketika dengan bibirmu kamu sebut namaku. Aku suka sekali. Pasti menyenangkan jika bisa bersamamu dan mendengarnya lagi, kamu.. yang menyebut namaku.
Tetapi..
Aku tahu rindu hanya bisa mengembalikan beberapa yang terlupakan, dan tidak semua. Rindu tidak akan bisa membawamu pulang. Kembali ke arah yang sama. Tidak akan bisa. Aku sudah menerima itu. Jauh, dulu sekali. Aku sudah menerimanya. Jadi tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tak apa-apa rindu, aku tak menyalahkan kedatanganmu. Karena mengingat kembali, rasanya juga sudah cukup.
Terima kasih..
Terima kasih sudah datang, rindu.
Juni 30, 2016 11:00 pm
0 Comments
Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.