Berdamai Dengan Masa Lalu

Menulis judul itu, saya mikir lama.. Sebab segala hal tentang berdamai dengan masa lalu itu terasa sulit dan gamang bagi saya. Yah, anggap saja kadang aslinya diri kita sendiri yang ngga mau melakukannya.


Sebelumnya, mari kita masuk ke dalam bahasan yang lebih sempit. Ketika seseorang berkata berdamailah dengan masa lalumu, kita pasti berpikir masa lalu yang mana? Yang seperti apa? Manusia mempunyai kecenderungan untuk berusaha keras mengubur dan melenyapkan luka di masa lalu mereka.


Jadi mari kita ambil saja saya sebagai contoh. Sejak 2011 sampai sekarang, saya ngga yakin kalau saya sudah berdamai dengan masa lalu saya--yang hubungannya sama cowok. Well, klise memang. Tapi hal ini besar maknanya buat saya. Ada banyak hal yang berpengaruh besar dalam kehidupan yang sekarang jika dikaitin sama si luka di masa lalu itu. Saya bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta sama cowok. Dan sialnya, sekalinya jatuh cinta, endingnya ancur-ancuran. Tahukan rasanya gimana kalau pengalaman pertamamu pada sesuatu yang membuat kamu benar-benar excited, ternyata akhirnya malah ngecewain banget?


Sedih, iya. Marah, iya. Kecewa, banget.


Dan sejak saat itu, saya ngga pernah percaya lagi sama yah menye-menyeannya cinta. Cukup sekali dan saya jadi males main serius kalau lagi bahas cinta. Kalau bosan sendiri, ya keluar sama temen cowok. Diajak pacaran, kalau emang nyaman, ya dijalanin. Tapi semua perasaan itu ngga ngelibatin yang namanya cinta sama sekali. Saya masih sakit ati, jujur saja. Dan saya ngga punya keberanian buat memulai keseriusan lagi. Saya skeptis, pesimis dan mulai malas. Toh, saya uda nyoba, dulu, dan hasilnya kayak gitu. Itu yang ada di kepala saya.



Memory leaves scars that do not heal.



Ada kenangan-kenangan, momentum di masa lalu yang kemudian akan membentuk luka yang bekasnya ngga akan pernah bisa disembuhkan. Bahkan oleh waktu sekali pun


Pertanyaannya : Bagaimana seseorang bisa berdamai dengan masa lalunya kalau luka dari masa lalu itu ngga bisa disembuhin?


Saya nyari jawaban pertanyaan ini selama bertahun-tahun. Dan baru setelah tahun kelima saya menemukan jawabannya. Bebaskan. Ya, membebaskannya. Kalau uda luka ya biarin jadi luka. Mau diapain lagi kalau toh juga gak akan bisa disembuhin? Ya udah, bebaskan aja. Hiduplah dengan luka itu. Yang biasanya saling memunggungi, kita mencoba saling bertatapan.


Pertama kali jabatan tangan sama masa lalu saya, saya ngga ikhlas. Saya marah dan ngerasa kecewa sama diri saya sendiri. Tapi saya tahu saya ngga bisa ngelakuin apa-apa lagi. Kalau saya biarin diri saya tetap di pusaran ini, saya ngga akan pernah bahagia dan hanya sibuk berkutat dengan si luka di masa lalu.


Dengan pemikiran itu, akhirnya saya mencoba tersenyum meski kecut. Awalnya berat, banget. Tapi saya toh juga bisa ngelakuinnya sampai sekarang. Kadang masih suka ngelirik masa lalu dengan sebal, tapi ya udah. Gitu aja.


Saya sudah memilih berdamai dengan masa lalu saya dan memilih melanjutkan hidup saya. Saya ingin bahagia. Dan itulah sekarang yang saya kejar. Kebahagiaan sederhana yang dulu saya sia-siakan karena saya sibuk meributkan masa lalu saya.


Sekarang rasanya lebih lega. Meksipun tahu bahwa lukanya ngga akan sembuh, tapi seenggaknya saya sadar bahwa sekarang saya jauh lebih bahagia dari pada hari kemarin.


So, buat kalian yang masih ngga bisa berdamai dengan masa lalu kalian, ayo mulai lakukan. Jangan menyia-siakan hidup kalian dalam pusaran masa lalu. Percuma, kalau saya bilang mah. Jadi ayo jadi pemberani, biar awalnya susah setengah mati, tapi kalau kalian emang niat pasti bisa. Lukanya emang ngga akan hilang, tapi kelegaan, ketenangan dan perasaan bebas yang ada setelah kamu memilih berjabat tangan dengan masa lalumu, itu yang bener-bener ngga bisa terkatakan.


Berdamai dengan masa lalu juga ngga buruk-buruk amat kok. Malah bikin kamu awet muda, mungkin. :P


xoxo,

Ree



April 16, 2016 7:16 pm



0 Comments

Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.