Enak ya tinggal ke luar negeri? Bisa gini, bisa gitu.. bla bla bla
Enak sih enak. Tapi balance juga sama engga enaknya. Saya pasti engga akan ngepost sesuatu yang penuh drama tangisan dan macam-macam tentang betapa susahnya hidup di sini, yang ada saya pasti cuma ngepost yang indah-indah. Foto salju, foto musim semi atau bangunan-bangunan khas Eropa lainnya. Dan jelas saja foto-foto ini terlihat bagus banget dan wah, soalnya emang di Indonesia engga ada salju, coba ada salju atau yang khas Nusantara, pasti juga biasa aja.
Tapi emang apa sih engga enaknya tinggal di luar negeri, dalam kasus ini di Jerman tentu saja?
Nah, di bawah ini akan saya ceritakan berdasarkan apa yang saya alami, silakan disimak ya.
- Cuaca Dingin
Saya pertama kali datang ke Jerman ketika musim gugur, suhu pertama yang saya rasakan ketika keluar dari pesawat di bandara Munich hanya 4° C. Sedingin apa itu EMPAT DERAJAT CELCIUS? Yang jelas lebih dingin dari freezer kulkas kamu. Minggu pertama di Jerman, saya nyalain Heizung a.k.a. pemanas ruangan sampai ke angka maksimum, dan masih tidur dengan selimut musim dingin super tebel, pakai syal dan pakai sarung tangan. Sumpah dinginnya masih berasa masuk langsung ke tulang. Saya lupa butuh berapa lama sampai saya terbiasa dengan cuaca dingin di Jerman, yang jelas lama banget sampai saya capek lihat salju, sampai saya males banget yang namanya buka pintu dan jalan keluar. Sebab, selain dingin, saya masih harus pakai tetek bengek seabrek kaya sepatu boot, jaket, syal dan lain-lainnya. Belum lagi, saya akan sakit kepala parah di musim gugur. Serius deh, angin musim gugur ditu bedebah sekali. Saya jarang banget sakit kepala di Indonesia, tapi di Jerman, setiap sudah masuk musim gugur sampai sepanjang musim gugur, saya sakit kepala sepanjang hari. Mulai dari skali sakit kepala biasa sampai sakit kepala super parah yang saya engga bisa ngapa-ngapain dan cuma bisa nangis di pojokan kamar. Ibuprofen jadi satu-satunya sahabat terbaik buat saya di musim gugur. Di sepanjang musim gugur, yang saya doakan cuma satu, tolong cepetan ke musim dingin dong. Tolong cepetan turun salju. Soalnya sakit kelapa saya bakal langsung ilang ketika salju turun. Anehkan? Emang aneh, dan jangan tanya kenapa. Saya engga tahu. Yang jelas cuaca dingin di Jerman adalah musuh pertama saya di negeri ini.
- Rasisme
Saya engga bohong deh tentang masalah ini. Saya tahu Jerman termasuk negara terbuka dalam hal etnis dan lain-lainnya. Tapi jangan dianggap di sini engga ada rasisme. Percaya ddeh, di sini juga ada. Banyak. Kayaknya rasisme ada di seluruh dunia deh, dalam berbagai aspek apa pun. Saya orang asia, kelihatan mencolok dari warna kulit, wajah, sampai warna rambut. Belum lagi kalau mereka tahu, saya asia dan muslim. Wah, sentimen ini di tahun-tahun awal saya di Jerman, sekitar tahun-tahun masuknya puluhan ribu pengungsi dari Suriah, menjadi hal yang sensitif. Tidak sedikit orang Jerman yang menolak keputusan si Ibu Merkel, belum lagi ketika banyak serangan teroris. Yang paling rame waktu itu serangan bom beruntun di Perancis. Wah, makin merajalela deh, yang namanya rasisme atas nama agama, islamophobia, dan ketakutan atau kecemasan lain atas masuknya bagitu banyak Ausländer/Orang Asing. Saya sendiri pernah ngalamin ini, makanya berani bilang soal poin ini di bagian engga enaknya tinggal di Jerman. Tapi karena saya super cuek, meski kebanyakan sebel dan bete juga, poin ini engga enaknya masih bisa ditawar, dibanding si cuaca dingin.
- Super Mahal
HA HA HA
Jangan cuama dilihat berapa gaji yang saya terima setelah kerja di sini, emang kelihatannya banyak. Tapi tolong juga dilihat berapa harga untuk kebutuhan hidup di sini, berapa harga sewa tempat tinggal di sini. Apalagi saya tinggal di kota Munich yang notabene merupakan salah satu kota termahal di negara Jerman. Belum lagi pajaknya yang super gede, asuransi kesehatan dan seabrek jenis asuransi lainnya. Jangan berpikir juga buat ngehindari pajak macam di Indonesia, karena pajak penghasilan, asuransi kesehatan, asuransi hari tua sampai asuransi sosial itu potongan langsung di gaji. Alias tanpa ba bi bu langsung diminusin dari gaji kita. Sorry ya, di bagian ini saya curhatnya banyak. Agak mangkel soalnya kalau nerima slip gaji, dari brutto gaji berapa sampai nerima gaji nettonya cuma berapa. Seret banget. Astaga ngomel banget. Tapi, alhamdulillah saya masih punya kerjaan.
- Jauh Dari Keluarga
Bagian ini yang paling bikin sedih nulisnya. Saya sebenarnya bukan orang yang gampang homesick, tapi tetap saja saya mengalami hal ini. Yang paling menyedihkan, kalau saya sakit. Langsung otomatis kangen keluarga, kangen orang rumah dan bawaannya pengen pulang. Saya kalau sakit orangnya jadi cengeng, pengen dimanja dan nyebelin banget. Dulu waktu masih kuliah di Unair, kalau sakit saya telpon ibuk dan mau pulang. Antara dijemput di Surabaya atau saya harus pulang sendirian. Pokoknya sedih banget kalau lagi homesick. Bagi kalian yang pengen ke Jerman, untuk alasan kerja, belajar atau alasan apa pun yang menuntut kalian tinggal lama di Jerman, pliss persiapkan mental kalian untuk jauh dari keluarga atau orang-orang terdekat kalian. Apalagi kalau kalian tipe orang yang apa-apa larinya ke keluarga. Sumpah harus banget kuatin mental, tekat dan niat. Soalnya sayang banget kalau udah di Jerman dan terpaksa harus balik dalam satu atau dua bulan hanya karena homesick.
Nah, sejauh beberapa tahun tinggal di Jerman, empat poin ini yang paling tebel dalam hal alasan buat nyeritain engga enaknya tinggal di sini. Jelasnya, masih banyak poin prentelan lainnya, tapi empat poin di atas menempati tempat tertinggi. Tapi jangan takut ya, karena hidup ini balance. Selain ada engga enak, pasti juga ada enaknya.
PS. SUBSCRIBE CHANNEL YOUTUBE SAYA YA : AMOURAXEXA
Salam,
0 Comments
Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.