Jangan Jatuh Cinta Lagi

“Lo bakal nikah di umur dua puluh enam tahun.”

Aku menoleh, terkejut, ada kerutan jelas di dahiku, “Lo mabok?”

Dia terkekeh. Memutar kepalanya menatapku, dan menyipitkan matanya setelah selesai dengan tawanya yang absurd, “Lo ngga percaya omongan gue?”

“Pulang gih. Lo udah mabok.”

Dia terkekeh lagi, makin keras, “Sepertinya lo bener. Mungkin gue uda mabok. Arrghh,” dia menyentuh kepalanya dan perlahan menjatuhkan tubuhnya pada rerumputan di belakangnya. Matanya terpejam dan satu tangannya masih tertangkup di atas dahinya. Tumpukan kaleng bir berserakan di sekitar kakinya. Aku sendiri masih mengenggam satu kaleng bir yang sudah tidak lagi dingin sambil meliriknya sekilas.

“Lo kenapa?” tanyaku santai.

“Gue ngerasa lo dan gue bakal selesai sebentar lagi.”

Aku langsung memutar kepalaku dan menatapnya benar-benar. Dia tidak pernah mengoceh aneh kalau dia memang sedang mabuk.

“Kadang, gue ngerasa gue bisa ngelihat masa depan.”

“Lo ngomong apa sih? Gak lucu tau.”

Ada cengiran tertahan di bibirnya sementara matanya masih terpejam, “Gue takut.”

Aku diam. Tidak tahu harus bereaksi apa.

“Gue ngerasa sebentar lagi lo bakal pergi dari gue.”

“Kampret! Lo nyumpahin gue mati.”

Kali ini dia membuka matanya dan tertawa, “Bukanlah, bego.”

“Terus?”

“Gue ngerasa lo bakal jatuh cinta lagi sebentar lagi. Bulan depan. Di bulan Maret. Gue rasa lo bakal jatuh cinta lagi di bulan Maret.”

Aku benar-benar ingin melempar kaleng birku ke kepalanya agar apapun itu yang sedang berproses di otaknya segerai terurai.

“Gila lo.”

“Jangan jatuh cinta lagi ya, R. Lo sama gue aja terus. Jangan jatuh cinta lagi.”

Mataku menyipit. Berusaha menemukan sesuatu di matanya. Namun dia kembali memejamkan matanya. Tak mengucapkan apapun lagi setelahnya. Jeda bisu menelan kami dalam pikiran kami masing-masing. Jujur saja aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku bahkan tidak benar-benar mengerti dengan apa yang dikatakannya.

Jangan jatuh cinta lagi ya, R. Lo sama gue aja terus. Jangan jatuh cinta lagi.

0 Comments

Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.