Kenangan Kita

Memilih menjadi seperti ini. Memilih bertahan seperti ini. Meskipun terasa begitu sulit dan  beban yang tertanggung sedemikian rupa, tapi di sinilah aku. Berada di jalan yang membawaku tetap bersamanya. Tidakkah dia ingin tahu kenapa aku bisa bertahan sejauh ini dengan semua keadaan yang ada? Tidakkah dia penasaran kenapa aku diam sementara waktu memampangkan kisah lalu yang tak mudah?

Jawabannya hanya satu. Kenangan. Aku bertahan sejauh ini dengan berpegangan erat pada kenangan tentang kami. Aku diam akan semua yang terjadi di masa kemarin karena kenangan itu melembutkan amarahku dan membelai lembut kepalaku yang memusing karena hal buruk di masa itu.

Aku berhenti menuliskan apa yang buruk pada hubungan kami. Aku berhenti menyeritakan alasan kenapa aku selalu menangis karenanya. Aku berhenti dan melanjutkan dengan mengingat semua kenangan yang baik saja. Aku hidup dan bertahan dengan itu.

Ketika aku ingin berhenti mencintainya dan menyerah pada keadaan kami. Kenangan akan pelukan dan kecupannya membuatku tersadar bahwa aku tidak akan bisa memberikan cinta kepada orang lain seperti yang kuberikan untuknya. Aku tahu, meskipun aku ingin, aku tidak akan pernah bisa berhenti mencintainya. Ketika aku menangis karena sikapnya dan tulisannya yang terasa menyakitiku, kenangan akan tawa kami menyelubungi tubuhku dengan aroma menenangkan. Kenangan itu mendekapku erat dan seakan berbisik lembut padaku, kau pasti bisa melewati ini semua.

Dengan mengingat bagaimana kami tertawa bersama, mengingat bagaimana tangannya memelukku dan mengingat setiap detik waktu yang kami lewati bersama, aku tahu aku sanggup bertahan meskipun dia tidak akan pernah berubah menjadi baik padaku. Kebodohan dan kegilaan adalah dua kata yang mengiringi keputusanku ini. Sahabatku terus bertanya kenapa, kenapa aku bisa melakukan ini untuknya, kenapa aku bisa berubah sejauh ini untuknya, kenapa aku sediam ini dalam lingkaran tak pasti seperti ini? Dan aku hanya sanggup menjawab, aku mencintainya. Itu saja dan bagiku cukup.

Aku tak butuh dia mengatakan aku juga mencintaimu. Aku tak butuh dia selalu ada bersamaku. Aku tak butuh dia berpura-pura bersikap baik padaku. Aku hanya mencintainya dan begini saja sepertinya cukup. Aku telah lama kalah pada keinginanku untuk memintanya mencintaiku. Aku telah lama menyerah untuk memohon padanya agar tinggal bersamaku. Aku telah lama kalah untuk semua itu. Maka dari itu, aku di sini. Bertahan, meski aku tahu aku tidak akan mendapatkan apa-apa. Kecuali, beberapa kenangan baru yang bisa kugunakan sebagai amunisi untuk hidup.

Dia mengatakan padaku untuk mencari yang lain. Awalnya aku hanya diam sebelum menjawab pelan bahwa aku melakukannya. Aku berada dalam tahap ini bukannya tanpa usaha. Aku mencoba, mencoba menghentikan semua perasaan padanya dan memulai sesuatu yang baru dengan orang lain. Aku mencoba. Sekali. Dua kali. Berkali-kali dan aku gagal. Maka aku tahu bahwa aku tidak bisa. Ketika kutemukan dia dan memutuskan mencintainya, dia telah membawa seluruh diriku dan meski dia menyia-siakanku. Apa yang telah dia bawa tak bisa kembali lagi padaku. Sehingga setiap aku mencoba, aku hanya merasa kekosongan hingga aku memutuskan berhenti. Bagaimana bisa aku menyakiti yang lain ketika aku sendiri tahu bagaimana tepatnya rasa sakit itu?

Dia tidak mencintaiku. Aku memahaminya. Jadi semua perasaanku tidak akan terasa untuknya dan dia tidak apa-apa aku begini. Dan aku mengerti. Aku sudah berdamai dengan rasa sakit memilihnya. Sudah kukatakan sejak awal bahwa aku menguatkan diriku dengan kenangan kami dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Meskipun hanya beberapa hari. Setiap kenangan dalam detiknya menjadi sebuah sumber pertahananku untuk berkata pada dunia, selamat pagi. Setiap kecupan darinya yang bisa kuingat, sanggup membuatku tersenyum dan merasa betapa indahnya setiap hariku. Aku mengingat bagaimana kami tertawa. Aku mengingat bagaimana kami berbincang. Aku mengingat setiap pelukan yang kulingkarkan di tubuhnya yang kecil. Aku mengingat semuanya, tentang kami, dan aku bersemangat, karena kenangan bersamanya.

Terima kasih, aku mencintaimu S.

Thursday, August 21, 2014, 6:31:54 AM

0 Comments

Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.