Perempuan adalah makhluk yang cenderung berpikir dengan menggunakan perasaan daripada logika.
Demikianlah paradigma yang selama ini berkembang tentang perempuan.
Tapi paradigma juga dibentuk berdasarkan mayoritas sistem pemikiran dan sebuah kesimpulan acak dari kejadian-kejadian dan pemikiran-pemikiran yang menguatkan spekulasi awal.
Tapi entah akan disangkal atau tidak, “konsep perempuan dan perasaan” melekat erat dalam kehidupan ini.
Dan kebanyakan perempuan entah disadari atau tidak memang cenderung mempraktekkan hal tersebut.
Dalam mengambil semua tindakan, perempuan pasti akan memikirkan segala risiko psikolgis yang mungkin muncul.
Perempuan berpikir dengan hati, bukan dengan otak adalah satu kalimat lain yang mungkin lebih kasar.
Dalam kasus hubungan asmara pun hal ini dominan sekali terjadi.
Perempuan akan lebih menitikberatkan semua poin pada respon yang berkaitan dengan perasaan.
Segalanya dilihat dari sudut pandang yang lembut, tentang bagaimana membahagiakan pasangannya, apakah pasangannya suka atau bentuk-bentuk lain yang biasanya malah mengabaikan perasaan perempuan itu sendiri hanya untuk membahagiakan pasangannya.
Oleh karena itulah kadang perempuan bukan pihak yang bisa bertindak tegas.
Sebelum mengambil keputusan pasti perempuan akan memikirkan perasaan objek terkait dalam keputusannya itu.
Apakah dampaknya?
Sedihkah?
Kecewakah?
Semua hal itu akan menjadi satu titik yang membuat perempuan tidak konsisten.
Tapi bagaimana pun, perempuan adalah makhluk yang lembut.
Karena cenderung bertindak dengan perasaan.
Perempuan bisa menjadi pribadi yang bijak dan penyayang.
Pribadi yang mudah memahami orang lain sehingga mudah dirindukan.
Karena sifat yang demikianlah, perempuan menjadi pelengkap sebuah kesempurnaan tatanan kehidupan karena perempuan menyeimbangkan.
Memberi sentuhan pada sisi egois laki-laki.
Memberi warna pada satu titik jenuh laki-laki yang kadang demikian serius.
0 Comments
Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.