Laki-Laki yang Seperti Itu

Laki-laki yang seperti itu..

Yang mengerti aku lebih dari diriku sendiri. Aku bukan tipe wanita penuntut. Aku hanya seperti kebanyakan perempuan lainnya, ingin diperhatikan dan dipedulikan. Tidak banyak kok. Hanya sedikit sapaan dan basa-basi yang sepertinya sudah basi.

“Sekarang lagi apa?”
“Jangan lupa makan ya.”
“Jangan lupa shalat lima waktu.”

Mungkin saja sekedar omongan tanpa makna, tapi tidak apa-apa. Aku suka. Basa-basi seperti itu lebih baik daripada tidak dipedulikan. Perempuan memang seperti itu. Meskipun tahu apa yang dikatakan laki-lakinya itu adalah “gombalan”, kebohongan, dia akan tetap suka. Karena aku, perempuan, suka dimanjakan dengan perhatian semacam itu. Aku memang manja. Dan hal-hal semacam itupun rasanya wajar. Hanya saja, aku belum pernah bertemu dengan laki-laki yang sekonsisten itu berbasa-basi. Kebanyakan hanya cenderung manis di awalnya saja. Tapi kemudian, banyak jangka waktu yang kuhabiskan hanya dengan diriku dan duniaku yang tidak melibatkan laki-lakiku. Entahlah, aku juga tidak paham bagaimana konsep manis di awal ini berjalan. Yang kutahu, itu menyebalkan. Sangat.

Danlagi, aku ini tidak pandai membaca keadaan. Aku tipe perempuan yang memilih diberitahu tentang perasaan laki-laki darpada aku harus mencari dan membaca sendiri. Aku tidak bisa. Sulit dan sama rumitnya ketika seorang laki-laki berusaha memahami apa mau perempuan. Jadi bagiku, mendengarkan mereka jauh lebih baik daripada aku harus repot menerka-nerka. Kelihatan egois tapi tidak sepenuhnya begitu. Aku hanya tidak mau salah terka dan hasilnya nanti buruk.

Nah out of  topic-kan, kembali ke persoalan Laki-Laki yang Seperti Itu. Yang seperti apa? Yang romantis. Tapi bukan berarti harus rajin membawa bunga, rajin membuat kejutan-kejutan manis. Bukan. Bukan seperti itu.

  • Laki-laki romantis itu laki-laki yang mau meluangkan sedikit waktunya untuk menyapa dan menganggap keberadaanku di sela-sela rutinasnya yang sibuk.
  • Laki-laki romantis itu yang ingat untuk mengecup keningku sebelum dia berpamitan pergi.
  • Laki-laki romantis itu yang tidak malu mengenalkanku sebagai pasangannya kepada teman dan keluarganya
  • Laki-laki romantis itu yang tidak bosan berkata, “Aku menyayangimu” meski hubungan sudah berjalan lama

Nahkan, jadi membayangkan hal-hal yang kuanggap romantis ini.

Tapi sulit sekali ya menemukan laki-laki seperti itu. Padahal “itu” dalam keinginanku sama sekali tidak berhubungan dengan materi. Hanya sebuah tindakan yang tanpa bayar. Tapi tetap saja sangat sulit menemukan laki-laki seperti itu. Mengenal banyak laki-laki, kebanyakan yang kutangkap dari mereka itu berhubungan erat dengan ego. Kurasa mereka meninggikan harga diri lebih baik dari perasaan. Entahlah, mungkin aku juga yang tak tahu. Tapi tetep semangat deh, mungkin di luar sana ada pemilikku yang benar. Seperti satu-satunya laki-laki yang digariskan Tuhan menjadi takdirku.

Ah iya satu lagi, Laki-laki yang seperti itu. Itu?? Iya itu, yang suka mengusap kepalaku, mengacak-acak rambutku sambil tersenyum dan bicara. Ah, itu manis sekali. Ngobrol, guyonan, satu gerakan lembut tangannya di atas kepalaku ketika aku berceloteh lucu. Astaga, momentum sekali. 

0 Comments

Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.