Kita mengawali segalanya tanpa
bertatap muka. Kita sepakat berjalan bersama tanpa bisa saling
mengenggam tangan. Kemudian, ketika kau putuskan berbelok dan
meninggalkanku. Kau pun juga tak menampakkan wujudmu di depanku. Hanya
sederet kata yang kehalusan tuturnya sanggup menggilas habis perasaan
bahagiaku. Pun kau pergi, benar-benar pergi seperti orang tanpa
perasaan. Tidak ada sentuhan ketenangan di bahu, tidak ada usapan
menentramkan di kepalaku.
Kau hanya pergi dengan segelintir kalimat yang
berserakan, memintaku menyusun. Aku berdiri kaku. Diantara riuh
kesibukan kota, aku tenggelam. Nyaris mati mesti oksigen rapat
mengelilingi. Aku hanya menatap serpihan-serpihan harapanku yang
berceceran setelah kau hancurkan. Aku bisu mengamati impianku bersamamu
yang kau ludahi lalu jadi hina. Aku meraba dadaku, mencari sebongkah
hatiku yang membusuk karena luka. Tapi tidak ada. Sudah tidak ada. Aku
kehilangan hatiku ketika aku kehilanganmu.