Salah Satu dari Sekian Banyak


Setelah lama aku pikir, mungkin tulisan-tulisanku tentang kamu sebelumnya agak berlebihan. Mungkin aku menulis dengan perasaan sedih , kecewa dan marah. Sehingga seakan-akan kamu begitu jahat. Tapi setelah kupikir ulang dan dengan pikiran yang lebih jernih, mungkin memang sifatmu yang seperti itu. Ketidakpedulian itu mungkin ciri khasmu. Tapi aku mau percaya kamu mencintaiku. Positive thinking tidak apa-apakan dalam hal ini. Aku sedang tidak ingin sedih gara-gara kamu sekarang. 

Senpai, aku ingin tetap menjadi perempuanmu, jika memang boleh, aku ingin selamanya. Mendampingi hari-harimu. Memasak untukmu, dan selalu menjadi perempuan pertama yang kamu liat ketika kamu membuka mata, terbangun dalam tidur malammu. Aku ingin menelusuri lekuk-lekuk wajahmu dengan ujung jariku ketika kamu tidur. Tersenyum memandangmu yang sedang terlelap. Itu hal-hal kecil yang sangat menyenangkan untuk dilakukan. Dan aku suka. Kadang tak perlu hal-hal besar untuk membuatmu bahagia, tak selalu barang-barang, uang, harta.

Hal-hal kecil seperti tadi saja bagiku sudah sangat membuatku merasakan apa itu yang disebut orang bahagia. Perasaan menyenangkan yang membuatku nyaman menghirup oksigen. Aku tahu, sesuatu itu tak selalu dapat diprediksi, seperti halnya hubungan kita. Mungkin aku memang menginginkan kita bisa tetap bersama. Tapi siapa yang tahu apa yang bakal terjadi besok, besoknya lagi dan hari-hari selanjutnya. Maka aku memilih menjalani hubungan denganmu ini dengan benar dan tidak terlalu berlebihan seperti aku di awal. 

Aku akan mencoba membiasakan hidup bersandingan dengan sifat-sifatmu yang kadang menyakitiku. Aku akan mencoba terbiasa tidak dipedulikan, yang penting aku tahu aku berarti untukmu. Pasti akan menyenangkan kalau aku benar-benar bisa seperti itu. Menjadi tidak egois, tidak kekanak-kanakan. Mungkin hubungan jarak jauh ini akan lebih menyenangkan. Iyakan, senpai? Menyenangkan bisa berpikir dengan benar seperti ini, aku bisa tersenyum lega meski sehari ini tanpa kabar darimu. Komunikasi kita, mungkin sekarang agak sulit. Tapi aku sedang dalam usaha untuk membuat segalanya lebih mudah. 

Aku akan berusaha semampuku untuk mempermudah semuanya. Aku mencintaimu dengan besar dan tulus. Itulah satu-satunya alasan kenapa aku mau bersusah payah begini. Sudah kuserahkan untukmu apa yang menurutku sakral dan sangat berharga. Kuserahkan hanya untukmu. Dan aku berharap kamu memang laki-laki yang tepat untuk mendapatkannya, meskipun kamu meragukan kalau kamu yang pertama. Tapi faktanya memang begitu, senpai. Kamu yang pertama. Percayalah! Tak ada yang dapat kukatakan lagi ketika sumpah itu sudah terucap dari bibirku untuk membuatmu percaya. Jadi kumohon percayalah karena kamu benar-benar yang pertama bagiku untuk hal itu. Ah, entahlah. Aku memaksa diriku untuk melupakan hari itu. Aku hanya tidak ingin mengingatmu sebagai laki-laki seperti itu.

2 Januari 2011


0 Comments

Menulislah dan jujurlah. Rangkaian kata itu lebih mujarab daripada sekuali ramuan sihir.